Minggu, 29 Desember 2013

ingatlah wahai kasih


 Ingatlah Wahai Kasih

Saat dirimu membuka mata 
Sadarlah ada cinta yang menanti mu
Saat dirimu beranjak pergi
Ingatlah bahwa ada orang yang merindukanmu
Saat dirimu melangkahkan kaki
Ingatlah bahwa ada orang yang mengiringmu
Dan saat kau dengar kicauan burung
Itulah salam rinduku untukmu
Jika nanti kau tak sanggup melihat
Aq akan jadi cahaya dalam gelapmu
ALWAYS MISSING U
I LOVE U HONEY

Minggu, 24 November 2013

PEMUDA MUSLIM YANG IDEAL


PEMUDA IDEAL
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Kami Ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami Tambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS. al-Kahfi [18]: 13)

Hadirnya pemuda dalam pergaulan sosial merupakan sebuah sumbangan berharga. Di mana pemuda menjadi ‘harapan umat’ untuk melakukan gerakan yang edukatif dan transformatif. Gerakan edukatif, maknanya adalah perilaku yang mencerminkan pribadi pemuda sebagai sosok yang intelek alias berilmu pengetahuan yang luas dan dalam. Dengan modal tersebut, pemuda (diharapkan) dapat menempa dan mendidik umat kepada jalan kebaikan. Selanjutnya adalah gerakan transformatif, yaitu memberikan pencerahan umat, menuju jalan kebenaran.
Menjadi pemuda yang ideal, sebagaimana yang tergambarkan di atas, memang bukan perkara yang mudah. Dalam rangka mencapainya, dibutuhkan proses yang panjang. Proses tersebut merupakan ‘eskalator’ menuju idealisme pemuda, dalam menyikapi realitas kehidupan dan menyongsong masa depan. Karenanya, dibutuhkan kebulatan tekad, akumulasi semangat, dan kerja keras, bukan sekadar ‘mimpi belaka yang nihil aksi’. Ketika pemuda telah berniat untuk menjadi sosok impian maka pada saat yang sama ia harus berikrar untuk terus berproses dalam rangka memperbaiki diri (khairan min amsihi).
Pemuda, selain sebagai pilihan, juga sebuah kenyataan yang tidak akan pernah terhindarkan. Hal itu karena masa muda adalah muara dari “ke-balita-an” yang sudah (pernah) dilalui oleh seseorang. Urutannya, manusia lahir ke dunia sebagai ‘bayi’ pasti akan menemui takdirnya; tumbuh dan terus berkembang menjadi seorang pemuda. Sebagai sebuah pilihan, seorang pemuda haruslah menyiapkan dirinya untuk menjadi ‘abdi umat’. Di mana ia terus berjuang untuk menjadi ‘pelita’ di tengah kegelapan semesta. Tugasnya, tiada lain adalah mengeluarkan makhluk-makhluk yang berada dalam kegelapan tersebut menuju hamparan sahara yang terang.
Sebagai sebuah kenyataan, menjadi seorang pemuda merupakan anugerah terindah yang harus menjadi tambatan untuk senantiasa bersyukur. Tidak semua hamba Allah dapat merasakan manis-pahitnya masa muda dengan segala romantikanya. Pasalnya, banyak sahabat kita yang harus lebih dahulu menghadap ke haribaan-Nya sebelum ‘mengenyam pendidikan’ di masa muda. Sekali lagi, kesempatan untuk hidup di masa muda merupakan karunia yang, sungguh, luar biasa. Tentu, rasa syukur tidaklah cukup hanya terucap di lisan. Ia butuh ‘aplikasi’ dalam kehidupan nyata.
Pemuda adalah sosok yang (selaiknya) sangat teguh memegang idealisme. Dalam menjalani hidupnya selalu berpegang kepada sebuah prinsip; menegakkan kebenaran dan melawan kebatilan. Idealisme tersebut, diharapkan tidak akan tergadai ketika ‘bertatap’ dengan uang alias materi. Sampai kapanpun, termasuk ketika ia nanti sudah tidak menjadi pemuda lagi. Di sinilah letak pentingnya mempertahankan idealisme. Dengan begitu, maka idealisme, yang sudah melekat dalam jiwa, akan terus terbawa sampai nyawa meninggalkan raga.
Setidaknya ada 2 kriteria untuk menjadi pemuda yang ideal, menurut syariat Islam. Pertama, seorang pemuda haruslah memegang prinsip untuk menjalankan ajaran agama dengan baik dan benar. Lebih tepatnya, pemuda harus rajin beribadah kepada Allah Swt. Kedua, pemuda harus juga gemar dalam beramal. Beramal di sini lebih cenderung dimaknai sebagai ikhtiar atau bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dua hal tersebut, mari kita kaji lebih mendalam.
Membiasakan Beribadah
Dalam sebuah hadits yang masyhur Rasulullah Muhammad Saw. pernah mengingatkan. Apa yang beliau ingatkan ketika itu? Bahwa ada 7 golongan manusia yang akan mendapat perlindungan Allah di saat tidak ada perlindungan kecuali dari-Nya. Salah satu diantaranya, -urutan kedua-, adalah pemuda yang tumbuh dan berkembang dengan mengabdikan dirinya untuk beribadah kepada Allah. Dalam bahasa hadits dikatakan, ‘syâbbun nasya-a fî ‘ibâdatillâh’. Sungguh luar biasa pemuda tersebut. Masa muda, sebagai periode emasnya, ia gunakan untuk memperbanyak ibadah kepada Allah.
Pertanyaannya, sudahkah saat ini kita menjadi sosok pemuda yang rajin beribadah? Apakah keseharian kita sudah disibukkan untuk shalat sunnah dan membaca al-Quran, misalnya? Kalau belum, tidakkah kita berkeinginan untuk mendapatkan naungan Allah di hari akhir nanti? Hal ini tentu menjadi ‘muhasabah’ bersama untuk menyadarkan betapa pentingnya membiasakan diri untuk banyak beribadah sejak masa muda. Tentu kita ingat, betapa banyak pemuda yang enggan memperbanyak ibadah dengan alasan yang, sebenarnya, hanyalah sebuah apologis. “Saya menunggu hari tua datang untuk banyak beribadah.” Demikian, sering kali kita dapatkan komentar para pemuda ketika ditanya, mengapa saat ini malas untuk beribadah. Padahal, tidak jaminan untuk tetap hidup sampai masa tua!
Lalu apa pentingnya ibadah di masa muda? Pertama, sebagai pemuda, tentu gelora untuk melakukan sesuatu masih menggebu-nggebu. Menjadi sangat tepat jika ghîrah yang luar biasa itu digunakan untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt. Selain sebagai rasa syukur juga untuk membentengi diri dari pengaruh kehidupan yang sering kali menjerumuskan. Jika sudah demikian maka masa muda menjadi momen yang sarat makna dalam sejarah kehidupan.
Kedua, seseorang itu hidup berdasarkan kebiasaannya. Bahkan, dalam sebuah ceramah, KH. Mustofa Bisri, mengingatkan, “mâta al-‘abdu ‘ala mâ ‘âsya.” Seseorang itu meninggal (wafat) berdasarkan kebiasaannya. Jika seseorang terbiasa beribadah maka, insya Allah, ia akan menemui ajalnya dengan kondisi yang sama. Nah, untuk menyongsong hari-hari tua yang pasti menyapa, pemuda harus mempersiapkan diri sebagai seorang yang gemar beribadah. Sehingga, masa tua menjadi ‘estafet’ untuk meneruskan ibadah di kala muda, sampai menemui Sang Pencipta. Bukankah khusnul khâtimah, adalah dambaan semua hamba?
Konsep Ibadah
Berbicara masalah ibadah ada baiknya untuk memetakan ibadah itu sendiri. Pertama, ibadah yang berbentuk “personal-ritual”. Ibadah ini merupakan ibadah mahdhah yang sudah lazim dilaksanakan oleh setiap muslim. Mulai dari shalat 5 waktu (beserta sunnah rawatibnya), puasa Ramadhan (dan puasa sunnah), zakat (baik fitrah maupun mal), dan ibadah haji. Semuanya sudah diatur dalam syariat. Karenanya umat Islam tidak diperkenankan untuk melakukan ‘inovasi’ dalam hal ini. Tepatnya, lakukan saja sebagaimana adanya.
Kedua, adalah yang, -dalam bahasa penulis-, disebut sebagai ibadah “sosial-aktual”. Ibadah ini merupakan tanggung jawab sosial (social responsibility) seseorang. Tanggung jawab sosial ini sebagai konsekuensi syukur seorang hamba. Bentuknya adalah pengabdian sosial untuk memberikan manfaat kepada umat manusia dan alam semesta. Ibadah ini memang umum dan karenanya manusia diperbolehkan melakukan inovasi. Pasalnya, ibadah sosial haruslah aktual dan kontekstual. Sesuai dengan keadaan dan tepat guna. Sesuatu yang berguna bagi kelompok tertentu belum tentu berguna bagi kelompok yang lain. Disinilah letak urgensi dari aktualitas ibadah sosial.
Beramal, tidak Berpangku Tangan
Selain beribadah pemuda juga harus gemar beramal. Pernah suatu ketika Rasulullah mendapati seseorang yang berdiam diri (beribadah) di dalam masjid. Rasulullah pun bertanya kepadanya, siapa yang mencarikan nafkah baginya, sementara ia bermasyuk-ria beribadah di masjid. Orang tersebut menjawab bahwa yang menghidupinya adalah saudaranya. Maka Rasulullah pun seketika itu mengatakan bahwa saudaranya yang menafkahinya itu lebih mulia darinya, yang terus beribadah dalam masjid. Hal ini menunjukan bahwa ibadah (ukhrawi) dan bekerja (duniawi) merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manakala salah satunya terabaikan akan menyebabkan ketimpangan. Pada akhirnya menjadikan ketidakharmonisan hidup manusia.
Dalam konteks ini, pemuda dituntut bukan sekadar rajin beribadah, tetapi juga gemar beramal. Beramal atau bekerja adalah upaya ‘pemandirian’ diri agar tidak selalu bergantung kepada orang lain, termasuk orang tua. Dan bekerja juga merupakan media untuk melatih diri, karena pada akhirnya seorang pemuda juga akan menjadi ‘bapak dari anak-anaknya’. Tentu seorang bapak berkewajiban untuk memberikan nafkah yang layak kepada buah hatinya. Sehingga bekerja sedini mungkin merupakan tindakan positif untuk menyongsong masa depan yang cerah.
Bekerja sendiri, merupakan upaya untuk ‘menjemput’ karunia Allah yang, mungkin, sudah begitu dekat. Dengan kata lain, bekerja adalah upaya untuk ‘mengais’ rezeki-Nya yang terhampar luas di alam semesta. Dengan bekerja berarti pemuda dapat menunjukkan kegigihannya dalam menjalani kehidupan. Emas tidaklah turun begitu saja dari langit. Begitu juga mutiara, tidak akan pernah muncul dengan sendirinya. Semuanya butuh usaha yang berlandaskan keimanan kepada Allah ta’âla.

Ikhtitâm
Kita, termasuk penulis pribadi, sadar bahwa menjadi pemuda muslim yang ideal memang tidak mudah, kalau bukan sulit. Mengombinasikan antara sosok ‘abid dan ‘amil membutuhkan upaya cerdas dan kerja keras. Terkadang harus berpeluh keringat. Di saat lain, bahkan, harus merelakan diri untuk berlumurkan darah yang pekat. Namun semua itu tidaklah bepengaruh negatif jika kita melandasi hidup ini dengan keridhaan akan takdir-Nya. Seorang teman mengirimkan SMS yang ending-nya adalah sebuah ‘pertanyaan sekaligus jawaban’ yang menyentuh kalbu. “Mengapa perjuangan itu pahit? Jawabannya adalah, karena surga itu manis!” Semoga! Wallâhu syahîdun ‘ala mâ naqûlu. Wallâhu a’lamu bi ash-shawâb.

Teks MC Bahasa Jawa


TEKS PRANAATA ADICARA
 
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ, اَلَّذِى بِتَوْفِيْقِهِ وَهِدَايَتِهِ جَعَّلَنَا مِنَ الْمُتَعَلِّمِيْنَ وَالْمُعَلِّمِيْنَ , اَلَّذِى بِتَوْفِيْقِهِ وَهِدَايَتِهِ جَعَّلَنَا مِنَ الْمُطِيْعِيْنَ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُ وَلِرَسُوْلِهِ الْكَرِيْمِ  وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ ,أمّا بعد .

Nuwun sagunging kinurmatan katur dumateng poro alim ulama’ ingkang rinten dalu tansah sumanding kitab suci wahyuning Ilahi, minongko panuntun kiblating panembah ingkang satuhu luhuring budi.
Dumateng  Kiayi H. Rohadi Agus Salim  ingkang tansah kito tenggo-tenggo menggah punopo ingkang dados atur fatwa utawi mauidzoh ipun.
Dumateng poro pepunden, poro  sesepuh pinisepuh ingkang hanggung mastuti , dumateng pepayaning kautaman ingkang pantes pimundi.
Dumateng poro pangemban pangembatingting projo, satrianing nagari minongko dados pandam pandoming poro kawulo dasih ingkang kinasih.
Minangkani purwakaning atur, Sumonggo tansah kulo Derek aken ngaturaken pujo-puji syukur wonten ngerso dalem Alloh SWT ingkang moho kuoso ,kerono sih wiloso mewah barokah ingkang rumentah dating panjenengan sedoyo dalasan kulo, katitik ing kalodangan meniko kito sedoyo saged makempal, manunggal, saperlu midangetaken pengaosan.......
Rahayuning widodo soho tambahing rubo keselametan mugiyo tansah katur kunjuk wonten junjungan kito , Nabi Muhammad SAW . Panjenenganipun salah setunggaling prio agung, mustikaning bawono ingkang dados cundakaning Gusti ingkang akaryo luko kangge amilujengaken poro jalmo ,awit saking marco podo atumuju syurgo luko,soho salah setunggaling Nabi ingkang mbeto agami ingkang hak, ingkang leres soho ingkang paring syafaat dumateng umat ipun mbenjang ing dinten Qiyamat. Ing pangestu soho pandongo ,mugi-mugi kito sedoyo tansah katetapan dados umat ipun soho pikantuk syafa’at saking nabi Agung Muhammad SAW Amiin.
Poro rawuh, Keparingo kulo matur soho ngempil kamardikan panjenengan rikalonipun saweg sakeco imbal wacono atur pangandikan, bilih ing mriki kulo kumowaton lenggah wonten ing ngarso panjenengan ,mboten ateges ngilangi toto trapsilo,ananging kulo ing ngriki ingkang nampi ayahan pinercoyo saking sedoyo konco-konco kinen dereaken menggah runtuting adicoro ingkang lumampah wonten wedal puniko.Mboten namung pambagyo sugeng rawuh awit rawuh panjenengan sedoyo, soho hanyekecaaken lenggahipun kalayan nenggo titi adicoro kawiwitan.
Sak dereng ipun adicoro kalampah, langkung prayuginipun kulo waos aken menggah reronceneng adicoro ingkang bade lumampah wonten kalodangan meniko.
1.      Pambuko
2.      Waosanb suci kita  Al-qur’an
3.      Atur pambagyo
4.      Mau’idhoh kasanah
5.      DOA
6.    Panutup
            Mekaten kolowahu menggah rantamaning adicoro ingkang bade lumampah wonten ing dalu meniko.
            Pramilo sumonggo acoro ingkang ongko setunggal kito bikak sesarengan kanti washilah surat Al Fatihah. Mugi-mugi hadicoro ingkang badhe kito lampahi mangke purwo madyo usono mboten wonten setunggalipun alangan punopo-punopo. Amin 3x Yarobbal ‘alamin.
لرضاء الله ولشفاعة رسول الله . الفاتحة ...
            Ndungkap lumampahing titi laksono menggah runtuting  acoro ingkang ongko kalih inggih meniko waosan pustoko suci Al-quran, ingkang  bade dipun waosaken dining sederek kulo......sasono wicoro  kasumonggo
          Lumebet adicoro ingkang ongko tigo inggih meniko pamagyoharjo
Dumateng panjenenganipun kawulo aturaken matur sembah nuwun.
Lumebet adicoro ingkang ongko sekawan inggih meniko adicoro ingkang kito tenggo-tenggo, inggih puniko muidhoh hasanah ingkang badhe dipun aturaken dening panjenenganipun almukarrom bapak Kiayi H. Rohadi Agus Salim Dumateng panjenenganipun bapak Kiayi H. Rohadi Agus Salim wekdal soho panggenan kawulo aturaken. (petugas mauidhoh maju )
Kawulo soho sedanten panitia / shohibul bait ngaturaken matur sembah nuwun dumateng almukarrom bapak Kiayi H. Rohadi Agus Salim ingkang sampun kerso maringi mauidhoh hasanah wonten ing dalu puniko, mugi-mugi ingkang sampun dipun aturaken kolowahu mbeto pinten-pinten hikmah manfa’at barokah dunyo soho akhirot.
Ndungkap lumampahing titi laksono menggah runtuting adicoro ingkang ongko enem inggih puniko do’a pamungkas .Wondene wonten wedal meniko kulo suwun aken barokah doa nipun deneng panjenenganipun Almukarrom Bopo KH. Anas Syafi’i Dumateng panjenenganipu nwekdal soho panggenan kanti sahandaping raos dipun sumanggaaken ...
Poro rawuh sedoyo ,bilih pawiyahan wonten ing wekdal meniko angsal berkah rahmatipun Alloh SWT. Tuwin pijo-puji astuti saking poro rawuh sedoyo sampun kalampah wilujeng nirboyo nir sambikolo,kanti meniko kito tutup sesarengan kanti waosan tahmid biqouli :الحمد لله رب العالمين 
            Nuwun poro rawuh sami saperlu nguntapaken kunduripun poro rawuh sedoyo soho ngaturaken gunging panuwun ingkang mawantu-wantu kanti hasesanti pujo-piji, mugi-mugiporo rawuh tansah suko rahayu ,yuwono, waluyo ingkang pinanggiho .Amiiin
            Saking kawulo sampun anggadahi katah kasar saruning rembak soho kirang trap silahing atur ,kulo nyuwun agunging pangaksomo wusono kulo pungkasi…

و السلام عليكم ورحمة الله وبركاته